Daftar Blog Saya

Senin, 25 Oktober 2010

Kriteria hubungan Kausalitas Menurut Austin Bradfod Hill :

1.      Kekuatan Asosiasi
            Ukuran yang dapat dipakai untuk menilai kekuatan hubungan paparan dengan penyakit adalah Resiko Relatif (RR) atau Resiko Odds (OR). Makin kuat hubungan paparan dan peyakit, makin kuat pula keyakinan bahwa hubungan tersebut bersifat kausal.
2.      Konsistensi
            Temuan studi yang direplikasi pada berbagai populasi yang berbeda dan oleh berbagai peneliti yang berbeda memberikan bukti lebih kuat daripada studi tunggal.makin konsisten dengan riset-riset lainnya yang dilakukan pada populasi dan lingkungan yang berbeda, makin kuat pula keyakinan hubungan kausal. Jika ditemukan inkonsistensi berbagai temuan studi, maka harus dijelaskan mengapa terjadi inkonsistensi.
3.      Spesifitas
            Kriteria spesifisitas menegaskan bahwa factor kausal menghasilkan hanya satu buah penyakit dan bahwa penyakit itu dihasilkan dari hanya sebuah kausa tunggal. Makin spesifik efek paparan, makin kuat kesimpulan hubungan kausal. Begitu pula makin spesifik “penyebab”, makin kuat kesimpulan hubungan kausal.
4.      Hubungan temporal
            Untuk mempercayai sebuah faktor memerluka kasus penyakit, maka harus dipastikan bahwa paparan dari faktor itu berlangsung sebelum terjadinya penyakit. Meminjam terminologi perilaku kesehatan, harus diyakinkan bahwa paparan merupakan preseden dan penyakit merupakan anteseden (Graeff et al., 1993).
5.      Efek Dosis-Respons
            Perubahan intensitas paparan yang selalu diikuti oleh perubahan frekuensi penyakit menguatkan kesimpulan hubungan kausal.
6.      Biologic Plausibility
            Kriteria ini merujuk kepada koherensi hasil studi dengan pengetahuan biologi saat ini. Keyakinan hubungan kausal makin kuat apabila dapat dijelaskan dengan masuk akal dalam kerangka mekanisme biologi. Namun demikian ketidak dukungan pengetahuan biologis tidak dapat dengan sendirinya menyingkirkan (“rule out“) hubungan kausal. Sebab acapkali pengetahuan biologi yang ada “tertinggal“ dibandingkan dengan kemajuan pengamatan epidemiologi, sehingga tidak jarang hasil pengamatan studi epidemiologi -meskipun andai kata benar- belum dapat diterangkan melalui mekanisme biologi. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan, makin terbatas pengetahuan biologis tentang hubungan antara paparan dan penyakit, makin kurang aman untuk memutuskan bahwa hubungan itu nonkausal.
7.      Koherensi
            Kriteria koherensi menekankan bahwa berbagai bukti yang tersedia tentang riwayat alamiah, biologi dan epidemiologi penyakit harus koheren satu dengan yang lainnya, membentuk satu kesatuan pemahaman (“to form one unility of understanding”). Dengan kata lain, hubungan kausal yang dihipotesiskan hendaknya tidak menunjukkan kontradiksi dengan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber pengetahuan lainnya, baik eksperimen (manusia dan hewan), laboratorium (in vivo dan in vitro), hasil studi klinis, patologis, dan epidemiologis (baik deskriptif maupun analitik).
8.      Bukti Eksperimen
            Eksperimen terandomisasi dengan double blinding-pembuatan terhadap subyek penelitian dan pemberi perlakuan agar tidak mengetahui status perlakuan-memberi bukti kuat hubungan kausal. Blalock (1971) dan Susser (1973), mengemukakan bahwa hubungan kausal dapat dapat diyakinkan melaului bukti –bukti eksperimental, jika perubahan variabel independen (faktor penelitian) selalu diikuti oleh perubahan variable dependen (penyakit).
            Problem dengan kriteria ini, bukti-bukti eksperimen tidak selalu tersedia. Pengontrolan ketat variabel-variabel dan situasi dalam eksperimen menyebabkan hasil studi tidak cocok diterapkan pada setting dunia nyata sehari-hari (Rothman, 2002).
9.      Analogi
            Pada beberapa situasi, kriteria anologi dapat dipakai sebagai pendukung hubungan kausal. Kriteria anologi kurang kuat sebagai pendukung kausalitas karena tidak spesifik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar